Fungsi Kepribadian dan
Fenomenologi
Kepribadian adalah keseluruhan
cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur
yang ditunjukkan oleh seseorang.
Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
• Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
• Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
• Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
• Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
• Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
• Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
• Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
• Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
• Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
• Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
• Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
• Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan
ciri-ciri kepribadian :
a. Kepribadian yang sehat
a. Kepribadian yang sehat
• Mampu menilai diri sendiri secara
realisitik;menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara
fisik, pengetahuan, keterampilan
• Mampu
menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan
kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
• Mampu
menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi
atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan
frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
• Menerima tanggung jawab; mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya
untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
• Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara
berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.
• Dapat
mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi
frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak
destruktif (merusak)
• Berorientasi
tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya
berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan
dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian
(wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
• Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat
respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau
masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai
dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap
orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang
lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
• Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif
dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan
orang lain.
• Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya
berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
• Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan,
yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance
(penerimaan), dan affection (kasih sayang
b. Kepribadian yang tidak sehat
• Mudah marah (tersinggung)
• Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
• Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
• Bersikap kejam atau senang mengganggu orang
lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
• Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku
menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
• Kebiasaan berbohong
• Hiperaktif
• Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
• Senang mengkritik/mencemooh orang lain
• Sulit tidur
• Kurang memiliki rasa tanggung jawab
• Sering mengalami pusing kepala (meskipun
penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
• Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati
ajaran agama
• Pesimis dalam menghadapi kehidupan
• Kurang
bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
fenomenologi
Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon, yaitu sesuatu
yang tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang didalam bahasa Indonesia
disebut gejala. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang mebicarakan
fenomena, atau segala sesuatu yang menampakkan diri (Hadiwijoyo, 2002).
Fenomenologi adalah ilmu dalm
bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena.
Pendekatan fenomenologi dari
Rogers konsisten menekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat
dipahami dari bagaimana dia memandang realita secara subyektif.
Pendekatan ini juga berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri, bahwa hakekat terdalam
dari manusia adalah sifatnya yang bertujuan, dapat dipercaya, dan mengejar
kesempurnaan diri.
Carl rogers terkenal berkat
metode terapi yang dikembangkannya, yaitu tak mengarahkan atau terapi berpusat
pada klien.
Rogers adalah orang pertama yang melibatkan
peneliti ke dalam sesi terapi. Dengan cara itu orang mulai belajar mengenai
hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya
Teori fenomenologis Rogers yaitu
realitas setiap orang akan berbeda-beda tergantung pengalamannya,yaitu
pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman tersebut dinamakan fenomenal
field. Rogers menerima self dari lapangan fenomena tersebut.
Setiap orang memiliki pengalaman
hidup yang berbeda-beda, tergantung bagaimana individu tersebut menyikapinya.
Rogers memandang masa lampau akan
mempengaruhi masa sekarang sehingga
berdampak pada masa depan.
Pengalaman tersebut akan
membentuk konsep/struktur self yaitu angapan dirinya berbeda dengan orang
lain. setiap pengalaman akan diseleksi menurut struktur self ada yang diterima
dan ada pula yang ditolak,penolakan tersebut sebagai upaya mempertahankan
konsep self yang telah ada dan pada setiap manusia yang tidak ingin dia ubah..
Fenomenologi dalam arti luas adalah suatu filsafat yang berpegang pada motto
Husserl ”kembali kepada berbagai hal itu sendiri”, yang bisa diartikan sebagai
deskripsi yang bisa dipercaya dan tidak menyimpang tentang kesegaran kesadaran.
Fenomenologi pada prinsipnya adalah suatu metode:
1) intuisi langsung sebagai sumber utama pengetahuan,
2) studi intuitif atas esensi-esensi.
Metode ini diambil oleh berbagai orientasi filosofis yang secara bersama
disebut gerakan fenomenologi. Gerakan ini dirintis oleh Franz Brentano
(1836-1917), dan dilanjutkan serta didirikan oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Metode fenomenologis terdiri dari
pengujian terhadap apa saja yang ditemukan dalam kesadaran atau dengan kata
lain, terhadap data atau fenomena kesadaran.
Sasaran utama metode
fenomenologis bukanlah tindakan kesadaran, melainkan obyek dari kesadaran,
umpamanya, segenap hal yang dipersepsi, dibayangkan, diragukan, atau disukai.
Tujuan utamanya adalah menjangkau
esensi-esensi hal-hal tertentu yang hadir dalam kesadaran.
Metode fenomenologis terdiri dari
pengujian terhadap apa saja yang ditemukan dalam kesadaran atau dengan kata
lain, terhadap data atau fenomena kesadaran.
Sasaran utama metode
fenomenologis bukanlah tindakan kesadaran, melainkan obyek dari kesadaran,
umpamanya, segenap hal yang dipersepsi, dibayangkan, diragukan, atau disukai.
Tujuan utamanya adalah menjangkau
esensi-esensi hal-hal tertentu yang hadir dalam kesadaran.
Metode fenomenologis dipraktekkan
dengan cara yang sistematis, melalui berbagai langkah atau teknik
Menurut penafsiran dan terminologi Spiegelberg,
deskripsi fenomenologis dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu:
1.
Mengintuisi, artinya mengonsentrasikan diri secara intens atau merenungkan
fenomena yang ada.
2.
Menganalisis, yaitu menemukan berbagai unsur atau bagian-bagian pokok dari
fenomena yang ada dan bagaimana hubungannya dengan berbagai hal yang ada.
3.
Menjabarkan, adalah menguraikan fenomena yang telah diintuisi dan dianalisis,
sehingga fenomena itu bisa dipahami oleh orang lain.
Istilah
fenomenologi psikologis menunjuk pada fenomenologi sebagai metode yang
diterapkan pada masalah-masalah psikologis atau digunakan pada penyelidikan
taraf psikologis
Fenomenologis
psikologis adalah suatu prosedur yang lebih terbatas dan spesifik, yang
dirancang untuk mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia yang segera
atau langsung.
Fenomenologi
psikologis bisa juga didefinisikan sebagai observasi dan deskripsi yang
sistematis atas pengalaman individu yang sadar dalam situasi tertentu.
Karl Jaspers
mendefinisikan fenomenologi psikologis sebagai deskripsi yang paling lengkap
dan cermat mengenai apa yang dialami oleh orang yang sehat ataupun orang yang
sakit.
Pengeksplorasian
kesadaran menunjuk baik pada tindakan-tindakan maupun pada isi-isi kesadaran
dengan obyek-obyek dan makna-makananya.
Data fenomenal
yang dieksplorasi mencakup persepsi-persepsi, perasaan-perasaan,
ingatan-ingatan, gagasan-gagasan, dan
berbagai hal lainnya yang hadir dalam kesadaran.
Semua data
fenomenal itu diterima dan dideskripsikan sebagaiana adanya, tanpa
pengandaian-pengandaian atau transformasi-transformasi.
Pada perkembangannya fenomenologi memberikan
sumbangan yang cukup berarti bagi psikologi, dimana psikologi fenomenologi
adalah suatu pendekatan atau orientasi dalam psikologi yang terdiri dari
eksplorasi tak berbias atas kesadaran dan pengalaman.
Fenomena diintuisikan, dianalisis, dan
dideskripsikan sebagaimana fenomena itu hadir dalam kesadaran tanpa praduga-praduga.
Fungsi psikologi fenomenologi bukanlah
menggantikan gerakan-gerakan atau orientasi-orientasi psikologi lain, melainkan
melengkapinya.
Diantara tokoh-tokoh psikologi fenomenologi
adalah: Fenomenologi eksperimental: Aliran-aliran Gottingen dan Wurzburg, David
Katz, aliran Gestalt, Albert Michotte, Orientasi teoritis: Maurice
Merleu-Ponty, F.J.J. Buytendjik, dan lain-lain.
Pada awalnya psikologi fenomenologi berkembang di
Eropa, kemudian berkembang di Amerika yang diawali dengan kedatangan para sarjana
imigran Eropa yang melarikan diri ke Amerika karena mendapat tekanan dari Nazi
Jerman. Mereka datang ke Amerika dengan membawa aliran Gestalt, filsafat
fenomenologi, dan pendekatan eksistensial.
Para ahli psikologi dan filusuf kelahiran
kelahiran Eropa seperti Kurt Goldstein, Erwin Straus, dan Aron Gurwitsch adalah
para pelopor berdirinya psikologi fenomenologi di Amerika. Sumbangan dari
psikologi fenomenologi diantaranya: persepsi, teori dan penelitian kepribadian,
dan klinis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar